This Day is My Brand New Start (Selamat Hari Kartini)



Hai. I don’t know what should I say to express this because I’m too confused how to make myself better.
Baru beberapa menit yang lalu aku nginjekin kaki pertama kali di rumah ini. Setelah aku berbenah, masukin barang2 ke tas seperlunya, ngunci pintu, langsung tancap gas keluar dari kota Banyuwangi. Kota dimana aku tumbuh dewasa, kota dimana aku nuntut ilmu selama ini, kota dimana aku tau apa yang namanya ‘kehidupan’ itu. Hahaha klise ya? Emang. Abis aku nggak tau apa lagi yang bisa aku tuangin selain kata-kata sederhana ini.


Tadi Nenek bilang, “Wayang aja nggak bakal ada penontonnya kalo nggak digerakin. Manusia gak bakal berubah kalo gak bergerak. Hidup gak akan maju kalo gak berubah."
Kalimat itu DEG! Ngena banget walau diucapin seorang nenek yang udah punya sekian cucu dan cicit, wanita yang nggak sempet ngenyam pendidikan sedikitpun. Tapi kata-katanya yang begitu polos, jujur, and sederhana itu malah bikin aku mikir. Yah, bener juga kata Nenek. Kalo keadaan kita hanya melulu disitu-situ aja, mana bisa kita berpikir progresif ke depan? 


Aku terima semuanya. Lagian anyway, sejak kapan aku bilang NGGAK TERIMA? Aku kan selalu nrimo ing pandum. Semua udah ada yang ngatur. Itu ajasih yang aku percaya. Selalu aja ada alasan kan dalam hidup ini?


Yah…aku nerima semuanya bahkan saat Bunda bilang pengen pergi dari lingkungan sana yang kenyataannya udah nggak kondusif lagi baik buat kelanjutan hidup keluarga kami atau untuk perkembangan jiwa anak-anaknya terutama si Kecil. Aku nerima saat Bunda bilang kata ‘pindah’ sebagai jalan satu-satunya. Dengan alasan kuat kalo aku abis ini lulus dan kemungkinan bakal lama di kota tempatku kuliah nanti. Ya..logis. Cuma aja, rada guilty gitu waktu aku mandang langit-langit rumah yang putih seputih bulu yang udah aku tempatin sejak aku kelas 3SD, sejak aku masih kecil, sejak Einsy masih umur 3tahun, sejak nggak ada siapapun selain 4 rumah di gangku hingga sekarang hampir penuh dengan rumah-rumah baru. 
Di rumah yang bercat dominasi warna putih itulah benda yang kami sebut sebagai sesuatu yang benar2 sebuah tempat tinggal bagi kami yang awalnya hanya pindah2 kontrakan dulu waktu masih di NTT. Rumah hasil jerih payah Ayah dan Bunda. Ironis ya. Memang. Bahkan kenangan Ayahku sakit yang merongrongnya selama hampir 3 setengah tahun  ada di rumah itu. Walaupun akhirnya rumah itu nggak sampai menjadi tempat peristirahatan terakhirnya untuk menghembuskan napas. 


Di rumah itu pula aku tumbuh besar, aku yang awalnya nggak peduli penampilan, tomboy dan kacau, bisa berubah jadi kayak sekarang. Hahaha kadang aku berpikir begitu hebatnya peran waktu yang bisa ngubah apapun menjadi sesuatu yang bahkan bisa 180 derajat berbeda. 
Pertengkaran, teriakan, kebahagiaan, senyuman, kesedihan, semuanya disaksiin sama rumah itu. Haha. Rumah tempat kami kembali walau kami sempat diusir dari rumah seseorang yang kami numpang dulu.
Banyak cerita terlukis di rumah itu. Bahkan kisah-kisahku bersama beberapa cowok yang pernah main ke rumah. Hahaha. 


Sumpah aku nggak bisa nahan air mata saat aku keluar dari gerbang bercat pink itu. Pink! Nggak usah ditanya seberapa benci aku sama warna aneh itu. Tapi ngeliat gerbang itu tertutup di belakang kepalaku, bikin aku nggak pengen kehilangan rumah yang udah bertahun-tahun aku diami.
Aku nggak bener2 pergi. Senggaknya belom. Belom bener2 pergi dari rumah itu. Barang2ku masih aku tinggal disana. Nunggu yah..nunggu semuanya dipindahkan entah dalam kurun waktu berapa hari ke depan. 
Awalnya kukira aku akan pindah ke beberapa km dari rumahku. Yang masih bisa disebut sebagai wilayah administrasi Banyuwangi. Tapi nyatanya nggak. aku keluar dari kota Banyuwangi. Bisa disebut daerah ini adalah daerah penglaju. Entah apa artinya itu. 


Di mobil tadi pas perjalanan, aku sengaja naroh hp di tas gede. Nggak pengen ngubungin siapapun buat beritahu kepindahanku ini. Buat apa? Pikirku. Aku toh abis ini mungkin udah dilupakan. Kami ngejar hidup kami sendiri.


Tapi di sela-sela bayanganku tentang seperti apa kira2 rumah yang bakal aku tampatin nanti, aku mulai mikirin banyak hal. Mikirin kenyataan yang nggak bisa aku ubah sedikitpun. Hidupku di Banyuwangi. Bukan disini. Yah. Semuanya. Sahabat-sahabat terbaikku sepanjang masa, Phien, dan Celine. Padahal hari Jumat kemaren aku masih sempat renang sama Celine. Dan belom sempet ketemu Phien sejak UAN berakhir. Jujur aku kangen mereka. Why? Karena seperti itulah, sama seperti alasanku tadi, hidupku di Banyuwangi, bukan disini. Karena di Banyuwangi tempatku sekolah, tempat aku kumpul2 bareng temen2, walopun abis ini aku udah gak di bwi lagi karena musti kuliah. 


Aku udah sampe. Aku ngetik ini di kamarku yang baru. Keadaannya? Aku nggak pernah mempermasalahkan. Walau rumah ini lebih kecil, jauh lebih kecil dari rumahku dulu, jauh lebih…em..kuno? Sangat rapat dengan tetangga. Ah. Bahkan aku nggak punya tempat parkir motor disini. GOD!
Tapi aku musti bersyukur. Aku berusaha nutupin kalo aku sangat sangat sangat kecewa berada di sini. Jauh dari rumahku yang teman2ku tau, jauh dari sarana2 terbaik di Kabupaten ini, jauh dari peradaban, jauuuuuuuuuuuuh banget. Rasanya bahkan seakan-akan aku seperti tercampakkan di tengah hutan. Nggak kok. Aku bersyukur. Aku masih bisa jadi anak yang nurut sama orang tua. Walaupun itu agak bertentangan dengan hati kecilku yang bener2 nolak berada di sini.


Tau hal konyol apa yg kini bahkan aku rindukan juga?


Kadang aku merasa sedikit ketakutan berada di rumahku yg lama. Aku kadang merasa ditemani sesuatu yg nggak tampak. Udah banyak yg bilang tentang kehadirannya. Walau aku nggak pernah liat langsung, tapi aku percaya mereka ada. Dan leluconnya adalah, tadi siang pas aku latihan dance di ruang tengah, aku ngerasa diperhatiin dari arah dapur. Haha. Mungkincuma perasaanku aja. Tapi entah kenapa aku tiba-tiba bilang gini, sendirian, “Bye. Aku tau kamu ada di sini. Aku cuma mau pamitan. Karena selama kamu disini, gak pernah ada kejadian buruk menimpa keluarga kami. Kalo boleh jujur, aku sebenernya nggak mau pindah. Coba aja kalo kamu bisa bantuin aku supaya nggak pindah.”


Gila? Haha maybe. Or mungkin frustasi. 


Maaf temen2, aku nggak bisa bilang. Karena seperti yang nenek bilang tadi, ini perubahan. Perubahan dimana aku musti buka lembar2 baru. Dan juga kata mz Hariri, (yg bikin aku malah nangis mewek): “Abis ini kamu ada dalam masa2 dimana kamu harus bisa memilih” intinya kayak gitulah. huwaaaa ;(
Aku bingung. Apa semakin tua, semakin dewasa, kita jadi punya jurang pemisah dengan orang2 sekeliling kita? Apa kata mandiri yang didengung2kan Bunda itu semengerikan seperti yang diekspresikannya?


Ah entah. Aku nggak tau. Ini hari pertama aku tidur di kamar yang bukan tempatku biasa tidur. Aku nggak tau gimana rasanya. Menggelikan. Aku bahkan kangen sama spring bed ku yang warna cokelat peach yang udah bertahun2 aku tidurin. Tapi gimana lagi. Awal emang bagian tersulit. Senggaknya, itu dulu yg bisa aku percaya. Lainnya, akan kupikirin nanti.


Karena udah saatnya aku buka lembar baru, menutup buku kenangan lama.




Selamat Hari Kartini Wanita Indonesia :)





Share:

0 komentar