See, Kamu Bukan Kompasku Lagi :)




Aku nggak tau apalagi yang harus aku katain.
Hahaha. Awalnya aku kira aku cukup kuat buat nanggung ini. Yah, aku yakin dulu aku bisa ngelalui ini semua.
Walaupun jangan ditanya berapa pertanyaan-pertanyaan liar hasil kebrutalan emosiku yang meluap-luap dan sayangnya hanya bisa tertahan sampai di ulu hati aja selama ini.
Nggak bisa keluar. Kalo ibarat emosi itu setan neraka, dia pasti udah meronta-ronta pengen cepet-cepet meledak saat dipicu hal-hal yang sayangnya nggak bisa dengan mudahnya dihilangin dari memori otak.
Kata theraphyst kemaren, otak kita tuh berisi bermilyar2 sel, nah di dalamnya tempat kita nyimpen sesuatu informasi.
Misalnya ada informasi tentang gajah. Gajah itu binatang besar, disimpen di sel 1, berbelalai panjang, di sel 2, telinganya lebar di sel 3, dst. Hingga ngumpul satu info komplit tentang banyak hal karena beberapa sel dengan ‘name-tag’ GAJAH udah saling terhubung di otak kita.

Itu dia inti masalahnya. Aku udah nyimpen ‘hal’ itu di salah satu sel otakku yang paling spesial. Bukan karena informasi itu sangat penting, bukan. Karena bahkan kemanapun aku pergi, melangkah, selalu aja terlintas satu ‘hal’ itu.
Kekanak-kanakan? Hahaha mungkin. Tapi emang kok. Hal itu emang sesuatu yang berarti. Berarti banget sampai rasanya tuh kalo diinget-inget bikin sakit, tapi dilupain tuh nggak bisa. Serba salah. kadang-kadang paling parahnya malah ampe kebawa mimpi.
Banyak yang bilang imajinasiku terlalu aktif, terlalu berpikir kemungkinan buruk, ketakutan yang nggak beralasan.
Padahal mereka nggak tau kalo ini ada alasannya.
Alasan yang mungkin bakal aku inget selamanya.
Yang bikin menderita batin selama ini.
Yang hanya bakalan ilang kalo aku tiba-tiba kena amnesia akut.


Temen-temenku pernah bilang kalo aku ini terlanjur BAIK n KUAT, karena masih bisa memaafkan, melapangkan hati, menerima apa yang ada, dan berusaha tegar.
Padahal mereka nggak tau, aku keliatan BAIK karena aku emang terlalu capek membenci. Tau nggak kalo membenci hal yang ‘nggak ada’ itu sia-sia aja? Sama kayak kamu benci bayanganmu sendiri. Walopun kamu berusaha ngusir, dia bakalan tetep ngikutin kamu.
Dan aku keliatan KUAT karena aku terlalu lemah buat nerusin rasa benciku yang kadang-kadang kian mencucuk ubun-ubun, kian membuat seakan-akan jantungku naik ke tenggorokan, nyesek, dan nggak keruan.
Yah, too suck? Emang. Aku emang payah. Hahaha. Rasanya seperti kambing congek, anyway. Kamu sebel-sebel sendiri, marah-marah sendiri, pengen nonjok ‘si pembuat onar’, cabut jantungnya pake sendok eskrim dan buang buat makanan kecoa. Tapi itu kan yang kamu mau? Nyatanya, I can’t. Kambing congek, kambing guling, apalah. Aku nggak bisa berbuat apa-apa. Kalo kata DAVID ARCHULETA sih: “too many locks, too many cries, too many tears, too many lies..just too many barriers…” hehehe. Bener banget tuh. Terlalu banyak halangan, rintangan yang bikin aku nyerah.
Segampang itu?
Yap.
Karena nggak ada yang bisa dilakuin lagi.
Apa yang bisa aku lakuin? Aku cuma seorang ‘aku’. Nggak punya daya apa-apa.
Udah banyak tulisan, coretan, sobekan, yang aku gambarin di entah berapa banyak kertas. Udah banyak juga kata-kata yang aku udah siapin sebagai alasan, atau bagi para pengacara nih, kata-kata pembelaan yang aku praktekin diem-diem. Di kamar mandi, di depan cermin, di meja belajar, di tempat tidur, semua kata-kata itu meluncur begitu lancar seakan-akan aku berhadapan dengan orangnya langsung.
Padahal nggak ada sapapun. Aku sendirian. Aku ngoceh berapi-api sendirian. Aku bayangin itu sendirian.
Dan kata-kata nan mulus yang sudah kususun sedemikian rupa agar terdengar bijaksana dan diplomatis, agar untuk tidak menjatuhkan statusku sebagai gadis terhormat, berpendidikan, dan tahu etika itu toh akhirnya hanya tinggal kata-kata yang nggak berguna. Kata-kata itu cuma bisa aku ucapin sendirian, nggak pada orangnya.

Hahaha. Inget kata Bunda waktu itu. “Dengan kamu masih pergi ke sana, kamu telah menjatuhkan harga dirimu sebagai cewek.” Waktu itu emang Bunda marah besar padaku.
Tapi akhirnya Bunda nyerah ngomongin aku. Ya, aku masih tetap pergi ke sana. Mempertaruhin sisa-sisa harga diriku yang masih ada setelah diinjak-injak dan hancur nggak berbentuk.
Harga diri? Hahaha. Kadang aku suka ketawa sendiri. Masih punyakah aku harga diri? Setelah apa yang mereka lakuin padaku? Apa aku ini gadis yang nggak baik? Apa aku selama ini nggak memegang teguh martabat dan etika yang disosialisasikan mulai kecil oleh keluargaku? Apa segitu rendahnya aku di mata mereka?
Atau aku emang ‘nggak cocok’ dengan mereka? Sama saat aku dipandang sebelah mata dulu. Hey! Apa segitu buruknya aku dimata kalian? Aku punya dosa apa coba ama kalian? Apa kalian tau seluk beluk semua tentang aku?
Ya, sampai saat ini aku masih terus bertanya-tanya. Kenapa? Kenapa? Apa kami terlalu berbeda dalam hal-hal yang terlampau signifikan?
Belum. Aku belum nemu jawaban pasti. Tapi aku tahu, aku tahu selalu ada aja sebuah alasan. Pasti ada alasan yang mendasar.

Karena menurutku, Bunda mengajariku dengan baik, mendidikku dengan selaras norma-norma dan nilai-nilai. Aku rasa aku di pihak yang benar.
Karena sejak kapan seorang cewek, tinggal berbulan-bulan, di rumah cowok, yang notabene adalah MANTAN-nya, padahal cowok itu udah punya pacar?
Aku masih belom bisa nerima alasan itu. Nggak, itu nggak pernah diajarin oleh Bundaku, dan nggak pernah ada setauku dalam kamus etika manapun.
C’mon. katain kalo aku salah narik kesimpulan, katain kalo hal itu wajar, katain kalo hal itu nggak dilarang dalam norma maupun nilai, katain kalo hal itu lumrah dilakuin karena Mama sang cowok pengen banget punya anak cewek?
LALU APA HARUS ‘NGAMBIL MANTAN ANAKNYA SENDIRI SEBAGAI ANAK?’ APA NGGAK MIKIRIN PERASAAN ANAKNYA? HELLO, ANAKNYA UDAH PUNYA CEWEK LHO. MENURUT HUKUM MANAPUN DEH, ETIS NGGAK ITU DILAKUIN SAMA SEORANG IBU?
Maaf, capslock jebol. 

Miris? Pasti. Teriris? Lebih pasti lagi.
Aku heran, bener-bener heran, sumpah.
Kalo aku bisa menjadi hakim dalam pengadilan, inilah yang akan aku pikirkan :
Yang pertama: aku nggak tau apa yang ada di pikiran cewek itu(yang tinggal di rumah mantan cowoknya), kenapa milih tinggal di rumah mantan cowoknya? Ngekost nggak bisa? Apa segitu nggak punya duit? Apa segitu nggak mau rugi? Hey, elo kerja woy! Emang duit lo nggak cukup buat ngekost? Pengennya makan gratis, mandi gratis, tidur gratis dengan kamar khusus n eksklusif buat lo sendiri, anter jemput seenak jidat gratis? Kenapa? Karena ngerasa 2tahun pacaran adalah waktu yang tepat buat ngambil hati Mama cowok itu sehingga dengan berbagai alasan entah-apa, membuat gampang rencana ‘semboyan idup-gratis’ ? Apa karena emang nggak pernah diajarin orang tuanya kalo cewek, cowok, nggak oleh tinggal serumah. Apalagi dia berstatus mantan lo. Yang udah lo sakitin, yang udah lo buang demi cowok lain, yang kini udah punya pacar. Hey! Kalian udah sama-sama saling punya pacar masing-masing kan? Is it not enough yet? Bukannya dulu lo ngaku-ngaku hamil sama dia, terus gugurin kandungan lo, dan sukses bikin cewek mantan lo tuh mutusin mantan lo itu? Kenapa? Karena lo masih sayang sama mantan lo itu? Kalo masih sayang, ngapain lo putusin dan milih cowok lain? Ah, gue tau. Supaya bisa lo manfaatin kan? Apalagi tuh mantan lo adalah cowok goblok yang gampang banget dikibulin. How pity you are. Dan sekarang milih tinggal di rumahnya setelah apa yang udah lo lakuin sama dia. Hey, lo manusia kan? Manusia kok nggak punya malu gitu sih? Kok nggak punya perasaan gitu sih? Apa jangan-jangan lo itu binatang yang nggak pernah diberikan ajaran moral, dan kesusilaan?

Yang kedua: aku heran sama Mama si cowok ini. Alasan terkuat untuk membolehkan seorang mantan tinggal di rumahnya adalah karena dia pengen punya anak cewek. Maaf sebelumnya, kalo emang pengen anak cewek, kenapa harus mantan dari anaknya? Masa segitu nggak pedulinya dia sebagai seorang ibu terhadap perasaan anaknya yang mungkin terlibat masalah besar dengan mantannya itu. Apa karena kasihan ngelihat persamaan nasib yang dialami anda dan cewek itu? Tapi selogis apapun alasannya, memperbolehkan cewek tinggal di rumah seorang cowok itu hal yang nggak bisa dibenarkan. Apa kata dunia? Apa kata tetangga sebelah? Anda beruntung karena tidak memiliki tetangga seperti di rumahku yang dulu.
Apa sih bagusnya anak itu? Karena dia memelas-melas? Apa karena dia terlanjur parah dan musti ditolong alias ditampung kayak pengungsi?
Aku terus terang sedikit nyalahin anda. Karena andalah pemegang kunci dari masalah ini.
Anyway, anda tahu, anda tahu kalo anak cowok anda sudah punya pacar. Apakah etis membiarkan mantan anak anda tinggal dirumah sedangkan ada anak cewek lain yang sedang menjalin hubungan dengan anak anda? Tak terpikirkah anda kalau anak cewek pacar anak anda itu tahu? Tak malukah anda?
Kalaupun emang ingin anak cewek, bukan gitu caranya. Kenapa nggak anak-anak jalanan yang bahkan lebih membutuhkan pertolongan? Atau anak saudara, keponakan, anak tetangga yang butuh asuhan. Populasi dunia ini mendominasi perempuan. Jadi tak sulit mencari anak perempuan di dunia ini kalau emang anda terlampau baik hatinya ingin menolong anak-anak tersebut.
Atau kalau anda memang ingin menolong mantan anak anda itu, beri dia tempat tinggal, beri dia uang untuk kost, apakah segitu mahalnya timbang membiarkan dia tinggal seenak kaki di rumah anda?

Yang ketiga: kepada cowok itu. Hey, kamu memang benar-benar cowok tertolol yang pernah aku tau. Kurang apa pacarmu itu? Dia lebih tinggi dari kamu derajat sosialnya, lebih bisa membuatmu ‘terlihat’ daripada kamu berjalan sendiri, tidak pernah menuntutmu apa-apa, tidak melihat ke arah lain selain padamu, membuang semua impian-impian terbesarnya agar bisa ‘selaras’ dengan langkahmu? Dia menerimamu apa adanya. Tak melihat derajat sosialmu? Tak peduli apa yang pernah kau lakukan di masa lalu, tak peduli apa yang orang katakan tentang kamu. Padahal udah sering hatinya sakit banget ngedenger kata-kata orang-orang yang nggak setuju dia bersamamu. Dia cuma yakin dan bersyukur karena punya kamu. Dia nggak tergiur ada cowok yang lebih cakep, yang lebih keren, yang lebih tajir, yang lebih mapan dari kamu. Kalau dia mau, dia bisa mendapatkan orang yang 100, ah nggak, 1000 kali lebih baik daripada kamu. Apa itu semua bakal disia-siain?
Sayang cuma satu kekurangan cewekmu itu. Dia nggak bisa membuat Mamamu respek. Sepertinya Mamamu juga nggak menyukai dia. Kenapa? Mamamu kenapa nggak menyukai dia? Apa yang pernah diperbuatnya? Apa gara-gara cewek itu tahu sesuatu yang udah kadung membuat malu?
Terus apa maumu? Malah nyakitin cewek itu? Dosa apa dia hingga musti nanggung ini dari kamu?
Dia pernah nyoba lari dari kamu. Bener kan? Tapi apa jadinya? Dia tetep balik ke kamu. Dia kabur karena udah nggak tahan denger nama cewek itu, dia nggak tahan selalu disakitin secara pelan-pelan. Mending kalo disakitin jasmani, lukanya keliatan. Bandingin ama luka hati yang walopun nggak keliatan, tapi sakitnya nggak ketahan.
Terus pedulimu apa? Segitukah balesannya? Harga dirinya udah diinjak-injak lho. Itu semua berkat kesalahanmu.

Yang keempat: pada diri cewek itu. Kok bisa-bisanya masih mau disakitin, masih mau nerima. Cewek ini emang bener2 goblok. Lebih goblok dari semuanya. Seharusnya ada cara lain yang lebih baik. Yaitu MENINGGALKAN mereka semua.
Buka lembaran baru. Sesakit apapun, sesusah apapun, melupakan emang nggak bisa. Tapi menyakiti diri sendiri itu tindakan terbodoh sepanjang masa. Kancil aja nggak mau dirinya terjerat perangkap. Apalagi manusia yang punya akal pikiran.
Udahlah, nggak ada yang perlu ditakutin. Semuanya bakal kembali normal. Hidupmu yang sempurna, kamu bisa nerusin impianmu. Apalagi kamu kan anak berbakat. Banyak yang ngakuin itu. Kamu bisa hidup tanpa mereka.
Bukankah kadang terlintas kamu nempatin diri di sebuah status yang keren, sehingga orang-orang kagum padamu, kamu dipuja dan memiliki kedudukan yang tinggi? Bukankah itu yang kamu mau? Itu kan impianmu? Dan kamu bisa ngelakuinnya kan?
So, kenapa kamu memberhentikan langkahmu gitu aja? Padahal bukannya kamu ingin membuat orang-orang terkesan?
Lalu untuk apa memberati masalah itu? Cewek itu ada dirumah pacarmu, lalu kenapa? Apa itu akhir dunia? Apa itu halangan terbesar untuk meraih mimpimu yang setinggi langit? Apa karena hanya seorang cowok yang memiliki keluarga yang NGGAk ASYIK, kamu bakal senewen lalu nggak semangat ngapa-ngapain?
BODOH.
Cewek bodoh.

Matahari masih bersinar. Aku masih bisa ngeliat sinarnya nimbus sela-sela jendela tiap pagi. Dan sinarnya masih terasa hangat di kulit, dan berubah menyengat saat semakin ke puncaknya.
Aku masih bisa hidup. Hanya saja hidupku kini berganti arah.
Nggak. kamu bukan lagi kompasku. Kamu bukan lagi arah utaraku. Bukan kamu tujuan hidupku.
Aku punya benang mimpi-mimpi. Dan aku ingin merajutnya sendiri. Nggak. bukan sendiri secara harfiah. Aku sendiri yang pegang kendali, aku adalah nahkoda hidupku sendiri.
Bukan kamu.
Mungkin selama ini aku udah terlanjur bodoh bisa membayangkan bisa merajut mimpi-mimpi itu dengan melibatkan kamu.
Nyatanya kamu sama sekali nggak ada di dalamnya.
Bahasa kasarnya, kamu hanya tempat untuk berbagi kesenangan. Bukan berbagi kesedihan dan rahasia-rahasia kecilku.
Hahahahaha. Melankolis ya? Ah, nggak papa. Toh aku nggak ngalamin ini setiap hari. Nggak setiap hari mataku terbuka. Nggak setiap hari aku berharap bahwa keluargamu akan menerima aku.
Aku nggak butuh keluargamu.
Masih banyak cowok di luar sana yang bisa nerima aku, punya keluarga ASYIK, yang lebih tampan, yang lebih jago olahraga, yang lebih bisa ngehargain cewek.
Pengorbanan? Kwkwkw. Bukan. Ini bukan pengorbanan. Aku nggak berkorban apapun. Aku bukan orang gila ambisius yang ngorbanin perasaannya demi mengejar cita-cita.
Udah aku putuskan.
Saat ini aku nyerah. Nyerah untuk terus mempertahankan sesuatu yang bagiku sama sekali nggak punya masa depan.
Aku ingin bebas. Aku ingin menjaadi orang bebas yang rasional.
Memustuskan untuk melepasmu daripada terus nyakitin diriku sendiri.
Kau, keluargamu, cewek itu, semoga bahagia.
Dan aku, Bunda, Adek, Abang, juga bakal bahagia.
Tapi Kurasa kamu nggak bakal ada di dalamnya lagi karena kamu sekarang bukan bagian dari kebahagiaanku.


Share:

0 komentar